PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
DAN ANGKA PEROKSIDA
PADA MINYAK JELANTAH
Karya Tulis Ilmiah
(KTI)
Praktik Kerja
Industri
Oleh:
NONIKA BAIKAH MUKTI
NIS:654/67.052
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 02 BATU
(STATE VOCATIONAL HIGH SCHOOL 02 BATU)
2014
Jalan RayaPandanrejo No. 39 Telp./fax. 0341-5025591 Kota Batu
Batu, 2014
LEMBAR
PERSETUJUAN
Laporan Praktik Kerja Industri (PRAKERIN)
Nama DU/DI : Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Lokasi DU/DI : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Judul laporan : Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Angka Peroksida Pada Minyak
Jelantah
Nama Siswa : Nonika Baikah Mukti
Kelas/NIS : XI Teknik Kimia/654/67.052
Batu, 24
Juni 2014
Menyetujui:
Pembimbing DU/DI, Pembimbing
Sekolah,
MOH. TAUFIQ,
S.Si NUR SUSANTI, S.Si
NIP
19821016 201101 2 010
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktik Kerja Industri (PRAKERIN)
Nama DU/DI : Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Lokasi DU/DI : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Judul laporan : Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Angka Peroksida Pada Minyak
Jelantah
Nama Siswa : Nonika Baikah Mukti
Kelas/NIS : XI Teknik Kimia/654/67.052
Batu, 24 Juni 2014
Mengesahkan:
KepalaSMKN 2 Batu, Ketua
Jurusan,
IMAM
GHOZALI,S.Pd,MM Dra.KHUROTUL
ISROINI
NIP 19550808
198102 1 007 NIP
19681019 200012 2 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Industri (PRAKERIN)
ini dengan tepat waktu
Praktik Kerja Industri ini merupakan salah satu agenda yang wajib ditempuh di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Batu. Laporan Praktik Kerja Industri ini disusun sebagai pelengkap kerja praktik yang telah dilaksanakan kurang lebih 4 bulan di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Praktik Kerja Industri ini merupakan salah satu agenda yang wajib ditempuh di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Batu. Laporan Praktik Kerja Industri ini disusun sebagai pelengkap kerja praktik yang telah dilaksanakan kurang lebih 4 bulan di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Penyelesaian laporan Praktik Kerja Industri ini tidak
terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada
saya. Untuk itu saya mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1.
Bapak Imam Ghozali,S.Pd,MM selaku Kepala SMKN 02 Batu
2.
Ibu Dra.KhurotulIsroini selaku Ketua Program Keahlin Teknik Kimia SMKN
02 Batu
3.
Ibu Nur Susanti.,S.Si selaku Pembimbing sekolah
4.
Ibu Elok Kamilah Hayati,
M.Si.selaku ketua jurusan kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang
5.
Bapak Moh.TaufiqS.Si selaku pendamping Praktik Kerja Industri
6.
Segenap karyawan
Jurusan Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
7.
Teman-teman yang telah memberikan motivasi
Kami menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk
itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pembaca demi perbaikan
di masa mendatang. Kami berharap semoga laporan ini berguna bagi
siswa-siswi SMK Negeri 2 Batu serta masyarakat luas. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Batu, 24 Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... i
Lembar persetujuan.............................................................................................. ii
Lembar pengesahan ............................................................................................ iii
Kata pengantar ..................................................................................................... iv
Daftar isi ................................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4 Batasan Penelitian ................................................................................... 2 2
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Minyak
Goreng ............................................................................. 3
2.2 Kerusakan
pada Minyak Goreng ......................................................... 5
2.3 Bahaya
Minyak Goreng Bekas ............................................................ 6
2.4 Asam
Lemak Bebas ............................................................................. 7
2.4.1 Kadar Asam Lemak Bebas .................................................................. 7
2.4.2 Akibat Meningkatnya Asam Lemak Bebas ........................................ 9
2.4.3 Bahaya
Minyak Goreng Bekas...................................................... ..... 10
2.4.4 Penetapan
Asam Lemak Bebas..................................................... ..... 10
2.5 Angka
Peroksida........................................................................... ..... 11
2.6 Titrasi............................................................................................. ..... 11
2.6.1 Titrasi
Redoks..................................................................................... 12
2.6.2 Titrasi
Asam Basa .............................................................................. 13
BAB III METODELOGI .................................................................................... 15
3.1 Waktu dan Tanggal .............................................................................. 15
3.2 Alat-alat
............................................................................................... 15
3.3 Bahan ................................................................................................... 15
3.4 Cara Kerja
............................................................................................ 15
3.5 Penentuan Asam Lemak Bebas ............................................................ 15
3.6 Penentuan Angka Peroksida ................................................................ 16
3.7 Metode ................................................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 17
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 20
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... ..... 20
5.2 Saran................................................................................................ ..... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 23
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Minyak goreng
bekas atau populer dengan sebutan minyak jelantah adalah sisa minyak goreng
setelah digunakan untuk menggoreng lauk, kerupuk dan bahan makanan lainnya.
Secara bentuk dan rasa mungkin minyak goreng bekas ini masih memungkinkan untuk
dipakai. Namun, untuk kesehatan menggunakan minyak goreng bekas secara berulang
tidak disarankan. Karena, minyak goreng bekas berpotensi menimbulkan gangguan berbahaya
bagi kesehatan manusia.
Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil)
adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti
halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini
merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat
digunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan
tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan
dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat
selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu
penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan
tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan,
kegunaan lain dari minyak
jelantah adalah bahan bakar
biodisel.
1.2
RUMUSAN MASALAH
1
Berapa kadar FFA yang terdapat pada minyak goreng
jelantah?
2
Berapa
kadar bilangan peroksida pada minyak goreng jelantah?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui kadar asam lemak bebas (FFA) yang terdapat pada minyak Jelantah
2. Mengetahui bilangan peroksida pada minyak Jelantah
1.4
BATASAN PENELITIAN
1.
Sampel minyak goreng yang diteliti
adalah minyak goreng bekas rumah tangga
(rumah peneliti)
1.5
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya minyak goreng
bekas yang digunakan berulang-ulang.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Minyak
Goreng
Minyak goreng merupakan salah satu bahan
makanan yang banyak digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Penggunaan minyak
goreng ini sebagai media penggorengan yang bertujuan untuk menjadikan makanan
gurih dan renyah, meningkatkan cita rasa, perbaikan tekstur dan pembawa rasa.
Minyak goreng yang
warnanya sudah berubah menjadi coklat sampai kehitaman tandanya sudah rusak
akibat sering dipakai berulang kali. Tulisan berikut ini hanya bermaksud
melengkapi informasi tersebut.
Minyak goreng berasal
dari bahan baku seperti kelapa, kelapa sawit, jagung, kedelai, biji bunga
matahari dan lain-lain. Kandungan utama dari minyak goreng secara umum adalah
asam lemak yang terdiri dari asam lemak jenuh (saturated fatty acids) misalnya
asam plamitat, asam stearat dan asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids)
misalnya asam oleat (Omega 9) dan asam linoleat (Omega 6). Asam lemak tak jenuh
ini yang memiliki ikatan karbon rangkap, yang mudah terurai dan bereaksi dengan
senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh.
Komposisi dan kandungan bermacam-macam asam lemak ini yang sangat menentukan
mutu dari minyak goreng.
Gambar 2.1 Minyak Goreng (Data Pribadi)
Penyebab perubahan atau
kerusakan minyak goreng terutama minyak nabati, baik secara fisik atau kimia,
salah satunya karena proses oksidasi. Minyak dengan kandungan asam lemak tak
jenuh ini dapat teroksidasi secara spontan oleh udara dalam suhu kamar.
Oksidasi spontan ini secara langsung akan menurunkan tingkat kejenuhan minyak,
dan menyebabkan minyak menjadi tengik. Peristiwa ketengikan (rancidity) lebih
dipercepat apabila ada logam (tembaga, seng, timah) dan terdapat panas (cahaya
penerangan). Oleh karena itu kerusakan minyak goreng bisa terjadi karena
kondisi penyimpanan yang kurang baik dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena
itu sebaiknya disimpan dalam tempat tertutup dan tidak langsung terkena cahaya
matahari. Jika minyak goreng berbau tengik sebaiknya tidak digunakan, karena
telah rusak.
Dengan proses penggorengan
yang bersuhu tinggi, ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh akan terurai
menjadi jenuh. Pada saat pemanasan akan terjadi proses degradasi, oksidasi dan
dehidrasi dari minyak goreng. Penggunaan yang berkali-kali dapat menyebabkan
ikatan rangkap teroksidasi membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. Dengan
proses pada suhu tinggi tersebut juga menyebabkan reaksi dekomposisi karena
panas dan terbentuk akrolein, senyawa yang bersifat racun. Jadi proses
pemanasan pada minyak goreng akan dapat membentuk radikal bebas dan senyawa
toksik yang bersifat racun.
Untuk menghindari hal
tersebut, sebaiknya memang minyak goreng tidak digunakan berulangkali. Apalagi
jika berubah warna kehitaman, sebaiknya langsung dibuang meskipun baru dipakai
sekali. Sebagai contoh, ketika menggoreng ikan, maka untuk sekali pakai minyak
sudah berubah warna menjadi kecoklatan atau kehitaman. Ini harus langsung
dibuang saja.
Sangat penting untuk
menyesuaikan jumlah minyak goreng dengan bahan makanan yang hendak digoreng,
sehingga tidak perlu ada minyak ‘jelantah’ atau minyak bekas yang jumlahnya
berlebihan sehingga dibuang-pun tidak masalah. Selain itu juga perhatikan
urutan menggoreng bahan yang rasanya sama terlebih dahulu. Misal setelah
menggoreng tahu, tempe, baru terakhir menggoreng ikan.
Warna minyak goreng secara alamiah adalah
kekuningan, karena bahan yang terkandung dalam minyak dan ikut terekstrak
bersama minyak. Zat warna tersebut antara lain α dan β karoten
yang berwarna kuning dan xantofil yang berwarna kuning kecoklatan. Sedangkan warna
gelap, berasal dari degradasi zat warna alamiah atau oksidasi vitamin E
(tokoferol) dan bahan untuk membuat minyak yang telah rusak yang dapat terikut
dalam produk minyak goreng. Jadi minyak goreng yang berwarna tidak gelap adalah
lebih bagus. Selain itu ada beberapa catatan kecil tentang minyak goreng ini.
Biasanya dalam iklan ada keunggulan yang ditawarkan oleh berbagai iklan minyak
goreng, namun dalam hal ini ada yang perlu dikritisi.
2.2
Kerusakan Minyak Goreng
Menurut Paul dan
Palmer (1982) dalam Room (2004) kerusakan yang terjadi pada proses penggorengan
minyak adalah meningkatnya kadar asam lemak bebas dan perubahan-perubahan lain
seperti indeks refraksi , angka peroksida, angka karbonil , kekentalan minyak
serta terjadinya busa dan polimerisasi dari minyak.
Winarno (2002)
menjelaskan bahwa kerusakan minyak paling utama adalah timbulnya bau dan rasa
tengik (proses ketengikan) yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam minyak . Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal
brbas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahay , panas , logam , peroksida lemak / hidroperoksida logam-logam berat
seperti Cu, Fe,Co, dan Mn , logam porfirin seperti hematin ,
hemoglobin,klorofil, dan enzim-enzim lipoksidasi.
Pemanasan
mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu (Keraten)
1.
Terbentuknya
peroksida dalam asam lemak tidak jenuh
2.
Peroksida
berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil
3.
Polimerisasi
Oksidasi sebagian
Rasa minyak kelapa murni
yang ideal itu lembut dan memiliki aroma khas kelapayang unik . Jika
teroksidasi timbul bau dan rasa tengik. Pemicu ketengikan dapat berupa oksigen
aktif , panas , logam , cahaya. Semua itu menyebabkan hidrogen terlepas dari
ikatan dan terbentuklah radikal alkil , Sejenis radikal bebas.Radikal itu
berikatan dengan oksigen membentuk radikal peroksi yang nantinya melahirkan
hidroperoksida setelah bereaksi dengan asam lemak yan terdapat dalam minyak
(Rizkika , 2006)
2.3
Bahaya Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas bukan hanya sebagai media transfer
panas panas ke makanan tetapi juga sebagai makanan . Selama penggorengan
sebagian minyak akan teradsorpsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng
dan mengisi ruangan kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorenagan
biasanya mengandung 5-40% minyak. Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat
mengakibatkan bebrbagai penyakit seperti kanker, pengendapan lemak dalam
pembuluh darah (artheroselerasi) dan penurunan nilai cerna lemak (Wijana ,dkk,
2005)
Minyak goreng yang
baik mempunyai sifat tahan panas , stabil pada cahaya matahari, tidak merusak
flavor , hasil gorengan sedikit gum , menghasilkan produk dengan tekstur dan
rasa yang bagus . Adapun Standar mutu
minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 yang dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel Standar mutu minyak goreng berdasarkan SNI
3741-1995
No
|
Kriteria Uji
|
Persyaratan
|
1
|
Bau
|
Normal
|
2
|
Rasa
|
Normal
|
3
|
Warna
|
Muda jenuh
|
4
|
Cita rasa
|
Hambar
|
5
|
Kadar air
|
Max 0,3%
|
6
|
Berat jenis
|
0,900 g/L
|
7
|
Asam Lemak Bebas
|
Max 0,3%
|
8
|
Bilangan Peroksida
|
Max 2 meq/Kg
|
9
|
Bilangan Iodium
|
45-46
|
10
|
Bilangan Penyabunan
|
196-206
|
11
|
Tiyik Asap
|
Min 200%
|
12
|
Indeks Bias
|
1,448-1,450
|
|
Cemaran
Logam
|
|
|
Besi
|
Max 0,5 mg/Kg
|
|
Timbal
|
Max 0,1 mg/Kg
|
|
Tembaga
|
Max 40 mg/Kg
|
|
Seng
|
Max 0,05 mg/Kg
|
|
Raksa
|
Max 0.1 mg/Kg
|
|
Timah
|
Max 0.1 mg/Kg
|
|
Arsen
|
Max 0.1 mg/Kg
|
Sumber ; Wijana , dkk (2005)
Sehubungan dengan
minyak goreng bekas dari sisa indistri maupun rumah tangga dalam jumlah yang
tinggi dan menyadari bahwa bahaya konsumsi minyak goreng bekas , maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan minyak goreng bekas agar tidak
terbuang dan mencemari lingkungan . Pemanfaatan minyak goreng bekas ini dapat
dilakukan dengan pemurnian sehingga dapat digunakan kembali dan dimanfaatkan
sebagai bahan baku produk berbasis minyak seperti sabun, shampo, dan bahan
bakar diesel. (Wijana , dkk , 2005)
Bila ditinjau dari
sisi agama, minyak goreng bekas tetap halal dan boleh digunakan kembali selagi
tidak menyebabkan penyakit / membahayakan bagi tubuh. Hal ini sesuai dengan
anjuran Allah kepada hambanya untuk selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang
tidak hanya halal tapi juga harus baik. Kesadaran untuk memakan yang halal lagi
baik dan menjauhkan diri dari yang haram dan subhat itulah yang membedakan
manusia dan binatang. Makanan yang halal lagi baik dapat menentukan
perkembangan rohani dan pertumbuhan jasmani ke arah yang positif dan diridhoi
Allah didunia hingga diakhirat. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak halal
lagi baik , manusia akan berwatak syaitan di dunia ini dan diancam dengan
siksaan neraka pada hari kiamat kelak (Muhammad, 1995)
2.4
Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan asam lemak yang berada sebagai asam bebas tidak terikat
sebagai trigliserida. Asam lemak bebas dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi
biasanya bergabung dengan lemak netral. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah
gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas,
air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin
banyak kadar ALB yang terbentuk Asam lemak bebas dalam kosentrasi tinggi yang
terikut dalam minyak sawit sangat merugikan.
Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas
dalam minyak sawit.Kenaikan asam lemak bebas
ditentukan mulai dari tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan
ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Asam lemak bebas terbentuk
karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan.
Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari berat lemak akan mengakibatkan
rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Timbulnya racun
dalam minyak yang dipanaskan telah banyak dipelajari. Bila lemak tersebut diberikan
pada ternak atau diinjeksikan ke dalam darah, akan timbul gejala diare,
kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ, kanker, control tak sempurna pada pusat
saraf dan mempersingkat umur.
Alkohol umumnya berwujud cair dan memiliki sifat mudah
menguap (volatil) tergantung pada panjang rantai karbon utamanya (semakin pendek
rantai C, semakin volatil). Kelarutan alcohol dalam air semakin rendah seiring bertambah
panjangnya rantai hidrokarbon.
Hal ini disebabkan karena alcohol memiliki gugus OH
yang bersifat polar dan gugus alkil (R) yang bersifat nonpolar, sehingga makin panjang
gugus alkil makin berkurang kepolarannya.
2.4.1 Kadar
Asam Lemak Bebas
Kadar asam lemak bebas
dalam minyak kelapa sawit, biasanya hanya dibawah 1%. Lemak dengan kadar asam
lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa pada permukaan lidah
dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan
bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam
jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada lemak yang
mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar
dari 14 (Ketaren, 1986).
2.4.2 Akibat
Meningkatnya Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam
kosentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya
asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu
dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
Kenaikan asam lemak
bebas ditentukan mulai dari tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik.
Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak.
Beberapa faktor yang
dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang relatif tinggi dalam minyak sawit
antara lain:
1.Pemanenan buah sawit
yang tidak tepat waktu
2.Keterlambatan dalam
pengumpulan dan pengangkutan buah
3.Penumpukan buah yang
terlalu lama
4.Proses hidrolisa
selama di pabrik (Anonim, 2001)
2.4.3 Bahaya
Asam Lemak Bebas
Jaringan lemak
melepaskan asam lemak bebas dan gliserol ke dalam darah, di mana asam lemak
tersebut diangkut dengan albumian ke hampir semua organ. Dilain pihak, gliserol
berjalan terutama ke dalam hati dan sedikit ke dalam ginjal; hanya
jaringan-jaringan ini tempatnya dapat digunakan. Proporsi asam lemak bebas yang
lebih besar dalam sirkulasi dikonversi menjadi badan-badan keton, yang
merupakan prinsip dalam hati. Badan-badan keton adalah bentuk energi yang lebih
larut dalam air dari pada asam lemak (Linder, 1992).
Asam lemak bebas
terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan
penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari berat
lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat
meracuni tubuh. Timbulnya racun dalam minyak yang dipanaskan telah banyak
dipelajari. Bila lemak tersebut diberikan pada ternak atau diinjeksikan kedalam
darah, akan timbul gejala diare, kelambatan pertumbuhan, pembesaran organ,
kanker, kontrol tak sempurna pada pusat saraf dan memperrsingkat umur.
Kadar kolesterol darah
yang meningkat berpengaruh tidak baik untuk jantung dan pembuluh darah telah
diketahui luas oleh masyarakat. Namun ada salah pengertian, seolah-olah yang
paling berpengaruh terhadap kenaikan kolesterol darah ini adalah kadar
kolesterol makanan. Sehingga banyak produk makanan, bahkan minyak goreng
diiklankan sebagai nonkolesterol.. Konsumsi lemak akhir-akhir ini dikaitkan
dengan penyakit kanker. Hal ini berpengaruh adalah jumlah lemak dan mungkin
asam lemak tidak jenuh ganda tertentu yang terdapat dalam minyak sayuran
(Almatsier, 2002).
2.4.4 Penetapan
Kadar Asam Lemak Bebas
Alkalimetri adalah
penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku
basa. Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Proses titrasi alkali metri di butuhkan
larutan indikator yang dapat berfungsi untuk mengetahui titik akhir titrasi.
Suatu indikator
merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk
terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Sebagai contoh fenolftalein
(pp), mempunyai pka 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4). Struktur
fenolftalein akan mengalami perataan ulang pada kisaran pH ini karena proton
dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH meningkat akibatnya akan
terjadi perubahan warna (Rohman, 2007).
2.5 Angka Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks
jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida
sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang
mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen
yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan
untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri.
Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Salah satu parameter penurunan mutu
minyak goreng adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada
dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada
tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi
mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka
yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih
dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru
lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat
lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak
dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya
tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi
tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar
dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi
selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak
akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap
inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen
dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Peroksida dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika
jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat
beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida
merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
2.6 Titrasi
Titrasi
merupakan analisa jenis volumetri, yang mana suatu sampel yang akan diketahui
konsentrasinya direaksikan dengan suatu bahan lain yang diketahui jumlah
Molaritas (M) atau Normalitas (N) zat itu dengan tepat. Bahan tersebut umumnya
berupa larutan, yang komposisi dan konsentrasinya telah diketahui dengan teliti
dan tepat, larutan ini dinamakan dengan larutan baku. Bila yang terkandungnya
memiliki kemurnian yang tinggi, stabil, penanganannya mudah, maka disebut
sebagai bahan baku primer. Larutan baku ini ditambahkan dari buret (titrant)
sedikit demi sedikit ke larutan erlenmayer (titrat), sampai jumlah za-zat yang
direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain. Dalam titrasi diperlukan
suatu penunjuk titik akhir yang biasa disebut dengan istilah Indikator.
Indikator adalah senyawa organik (umumnya) atau anorganik yang digunakan dalam
titrasi untuk menentukan dan menunjukkan titik akhir suatu titrasi. Dalam
pemakaiannya, indikator ada memberikan warna pada larutan misalnya pada
Kompleksometri atau juga berupa suatu endapan ini pada titrasi Argentometri.
2.6.1 Titrasi Redoks
Titrasi reduksi oksidasi (redoks)
adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator berdasarkan atas reaksi
oksidasi dan reduksi dimana reduktor akan teroksidasi dan oksidator akan
tereduksi.
Dasar dari
cara iodometri adalah reaksi kesetimbangan dari iodium dan iodide
I2
+ 2e 2I-dengan demikian 1 grol I2 = 2 grek.
Titrasi
dengan iodometri dapat dibagi menjadi 2 cara :
1.
Cara langsung
Iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan
untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau
dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali
dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-)
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6
2.
Cara tidak langsung
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk
ditentukan dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi
iodium. Iodium yang terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara
iodometri digunakan untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan
zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan
larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl → I2 + KCl + 2H2O
2.6.2 Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa merupakan salah satu analisis kuantitatif untuk
menentukan molaritas larutan asam atau basa. Proses titrasi ini dengan cara
menambahkan larutan baku (larutan yang telah diketahui dengan tepat
konsentrasinya) ke dalam larutan lain dengan bantuan indikator sampai tercapai
titik ekuivalen.
Pada dasarnya reaksi dalam titrasi merupakan reaksi
penetralan. Bahasan ini tentu sudah kita pelajari pada kursus sebelumnya.
Titrasi dihentikan tepat pada saat jumlah mol H+ setara dengan
jumlah mol OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik ekuivalen. Untuk mengamati
titik ekuivalen dapat digunakan indikator yang perubahan warnanya di sekitar
titik ekuivalen. Saat terjadi perubahan warna itu disebut titik akhir titrasi.
Titik akhir titrasi (pada
saat indikator berubah warna) diharapkan mendekati titik ekuivalen titrasi,
yaitu kondisi pada saat larutan asam tepat bereaksi dengan larutan basa
BAB
III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tanggal Pelaksanaan
Prakerin ini
dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2013 sampai dengan tanggal 28 Juni 2014.
Bertempat di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik
Ibrahim.
3.2 Alat-alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Enlenmeyer 250 ml, pipet tetes, pipet ukur 20 ml, buret, statif, beaker Glass,
bola hisap, timbangan digital, kassa, kaki 3, dan pembakar bunsen
3.3 Bahan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak
goreng bekas penggorengan rumah tangga (rumah peneliti).Adapun bahan kimia yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu : NaOH 0,1 M, aquades, etanol 95% ,
indikator pp, kloroform, larutan pati 1%, asam asetat, Natrium thiosulfat (Na2SO3)
0,1 M dan larutan jenuh KI.
3.4 Cara
Kerja
Pratikum
ini dilakukan dengan menggunakan metode Titrasi asam basa dan Titrasi Iodin
(Redoks).
3.4.1 Penentuan
Asam Lemak Bebas (FFA)
Ditimbang
sebanyak 5 gram minyak goreng dan dimasukkan ke dalam enlenmeyer 250 ml lalu
ditambahkan 25 ml etanol 95% dipanaskan sampai suhu 40o, setelah itu ditambahkan 2 ml indikator pp ,
dilakukan titrasi dengan larutan 0,1 M NaOH samapi muncul warna merah jambu dan
tidak hilang selama 30 detik. Dihitung Asam Lemak Bebas (%FFA) dengan rumus
dibawah ini (Sudarmadji, dkk., 1997) ;
Keterangan :
%FFA : Kadar asam Lemak Bebas
Ml
NaOH : Volume titran NaOH
M
NaOH : Molaritas Larutan NaOH
(Mol/L)
BM : Berat molekul asam
lemak (Asam Lemak Palmiat)
256
g/mol
3.4.2 Penentuan angka
Peroksida (Sudarnadji, dkk., 1997)
Ditiimbang sebanyak 5 gram minyak goreng dan masukkan ke
dalam enlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml larutan asam asetat – kloroform
(3:2) , dikocok sampai bahan terlarut semua , selanjutnya ditambahkan 0,5 ml
larutan jenuh KI . Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang , setelah itu
ditambahkan 30 ml aquades . Campuran dititrasi dengan 0,1 N Na2SO3
sampai warna kuning hampir hilang , ditambahkan , ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1% dan
dititrasi kembali sampai warna biru mulai hilang . Dihitung angka peroksida
yangdinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida dalam setiap 1000 mg sampel
(Sudarmadji, dkk ., 1997)
3.5 Metode Analisis
Data
Hasil
akhir dari penentuan kadar asam lemak bebas dan angka peroksida di sajikan
dalam bentuk tabel dan dibandingkan dengan Standar mutu minyak goreng Nasional
Indonesia (SNI) 3741-1995.
BAB IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pembahasan
dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu; analisa kadar FFA dan
analisa angka peroksida.
4.1 Analisa Kadar FFA (Free Fatty Acid)
Penentuan
kadar FFA pada minyak goreng bekas ini dilakukan dengan titrasi asam basa.
Metode ini sangat sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu
lama, yaitu sekitar 5 menit sudah mendapatkan hasil dengan perhitungan rumus
persen (% ) FFA.
Berdasarkan
hasil penelitian dapat di ketahui bahwa minyak goreng bekas memiliki kadar FFA
sebesar 0,0778%. Hasil tersebut masih
memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh SNI yaitu 0.3%. Adapun hasil
penelitian kadar FFA dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Perlu
diketahui bahwa meningkatnya asam lemak bebas ini disebabkan oleh suhu pemanasan yang
sangat tinggi dengan waktu yang cukup lama.
Jika
kadar FFA melebihi batas yang ditentukan, maka disarankan untuk tidak digunakan
kembali karena dapat mengakibatkan penyakit pada tubuh pengendapan lemak di
dalam pembuluh darah.
Mengkonsumsi
makanan ataupun minuman tidak cukup halal saja, tetapi juga harus baik demi kesehatan.
Sebagaimana dijelaskan dalam alqur’an suratAl-Baqarah 168 : يَا أَيُّهَا
النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (١٦٨) إِنَّمَا
يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ (١٦٩ )
Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan jangalah kamu
mengikuti langakah-langkah syaitan ; karena sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.
Kadar Asam Lemak Bebas
dapat dilihat pada tabel Berikut :
Tabel
4.1 Nilai FFA
Titrasi
|
Volume Titrasi
|
Nilai FFA
|
1
|
0,4
|
0.0771
|
2
|
0,5
|
0.0708
|
3
|
0,6
|
0.0854
|
|
Rata-rata
|
0.0778
|
Sumber
: Hasil Penelitian (Data Pribadi)
Dalam
reaksi hidrolisis , minyak/lemak akan dirubah menjadi asam-asam lemak bebas
(FFA) dan gliserol .Reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan minyak akibat
terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut . Reaksi hidrolisis minyak dapat
di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Reaksi
hidrolisis minyak
4.2 Analisa Kadar Angka Peroksida
Penentuan
Angka Peroksida pada minyak goreng bekas ini dilakukan dengan titrasi Redoks.
Metode ini lebih rumit dibandingkan dengan Titrasi Asam Basa, karena merupakan
titrasi tidak langsung, titrasi ini perlu peragaan khusus , dikarenakan sampel
dapat mengalami proses oksidasi selama tirasi. Sebaiknya poses titrasi
dilakukan dengan caraenlenmeyer tempat sampel ditutup dengan alumunium foil.
Adapun hasil penelitian Angka Peroksida dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Berdasarkan hasil penelitian dapat di ketahui bahwa minyak goreng bekas
memiliki kadar Angka Peroksida sebesar 17.7275
meq/Kg hasil tersebut menunjukkan bahwa minyak goreng bekas tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan oleh SNI yaitu 2 meq/Kg. Minyak
goreng bekas ini tidak layak untuk digunakan kembali karena kadar Angka
Peroksida yan melebihi ambang batas.
Perlu
diketahui bahwa meningkatnya Angka Peroksida ini disebabkan oleh pemakaian minyak
goreng yang berulang-ulang dan pemanasan yang tinggi, jika kadar Angka
Peroksida melebihi batas yang ditentukan, maka disarankan untuk tidak digunakan
kembali karena dapat mengakibatkan penyakit pada tubuh antara lain tersumbatnya
pembuluh darah, penurunan nilai cerna dan bahkan dapat menyebabkan kanker hati.
Kadar Angka Peroksida
dapat dilihat pada tabel Berikut :
Tabel
4.2 Angka Peroksida
Titrasi
|
Volume Titrasi
|
Nilai Angka Peroksida
|
1
|
0.7
|
13.8154
|
2
|
0.9
|
17.7230
|
3
|
1.1
|
21.6442
|
|
Rata-rata
|
17.7275
|
Sumber
: Hasil Penelitian (Data Pribadi)
Berdasarkan
tabel diatas dapat diketahui bahwa dari semua ulangan 1, 2 & 3 Angka
Peroksida melebihi batas maksimum yang ditentukan oleh SNI yaitu 2 meq/Kg. Hal
ini disebabkan karena proses pemanasan yang sangat tinggi dengan membentuk
Angka Peroksida.
Reaksi pembentukan
peroksida dapat digambarkan sebagai berikut:
R
– CH = CH - R1 + O = O à
R - CH2 – CH - R1 àR
- CH2 - CH2 - R1
O O O
O Peroksida
Moloksida
Gambar
4.2 Reaksi pembentukan Peroksida
Bila ditinjau dari sisi agama, minyak goreng bekas tetap halal dan
boleh digunakan kembali selagi tidak menyebabkan penyakit / membahayakan bagi
tubuh. Hal ini sesuai dengan anjuran Allah kepada hambanya untuk selalu
mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal tapi juga harus baik.
Kesadaran untuk memakan yang halal lagi baik dan menjauhkan diri dari yang
haram dan subhat itulah yang membedakan manusia dan binatang. Makanan yang
halal lagi baik dapat menentukan perkembangan rohani dan pertumbuhan jasmani ke
arah yang positif dan diridhoi Allah didunia hingga diakhirat. Apabila makanan
yang dikonsumsi tidak halal lagi baik , manusia akan berwatak syaitan di dunia
ini dan diancam dengan siksaan neraka pada hari kiamat kelak (Muhammad, 1995)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar FFA pada minyak jelantah sebesar
0.0778% dan Kadar angka Peroksida sebesar 17.7275meq/Kg
5.2 Saran
Hendaknya
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai parameter-parameter lain yang tepat
minyak goreng bekas (jelantah) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar (biodesel) agar tidak terbuang sia-sia dan mengakibatkan pencemaran
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
(Sumber: http://menusebulan.blogspot.com/2013/02/tips-menghemat-minyak-goreng.html)(Diakses pada 23 februari 2013)
https://www.google.co.id/search?q=foto+tentang+penentuan+asam+lemak+bebas+pada+minyak+(diakses pada 4 mei 2009)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf (Diakses pada 20 september 2011)
http://kimirochimi.blogspot.com/2013/02/komposisi-minyak-kelapa-sawit.html(Diakses pada
februari 2013)
http://rizadginting.blogspot.com/(Diakses pada 14
maret 2009)
http://lathiefmahmudy.blogspot.com/2013/01/titrasi-iodometri.html(Diakses pada Januari
2013)
http://www.psychologymania.com/2012/10/asam-lemak-bebas.html (diakses pada Oktober 2012)
http://sistinurrahmah.blogspot.com/2013/05/penentuan-angka-peroksida-pada-minyak.html (Diakses pada mei
2013)
http://mhdjakasuntana.blogspot.com/(Diakses pada
23 Nopember 2008)
Taufiq
, M ., 2007 Pemurnian Minyak goreng bekas dengan Biji Kelor, Skripsi Jurusan
Kimia UIN ,tidak diterbitkan
http://www.scribd.com/doc/208623099/Laporan-Praktikum-Penentuan-Asam-Lemak-Bebas (Diakses pada 6 januari 2012)
Muhammad, A .B., 1995 , Hadist, Tarbiyah II,
Penerbit Al-Ikhlas, sbg
Wijana, S., Arif, H., dan Nur, H., 2005,
Teknologi Pangan, Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya, 2, 4 dan 5
Winarno, F. G., 2002 ,Kimia Pangan dan Gizi,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 95, 107
Sudarmadji, S., Bambang, H., dan Suhardi,
1997, Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Penerbit Liberty,
Yogyakarta.
http://chemart.mdl2.com/course/view.php?id=9
(diakses pada 4 januari 2014)
Lampiran-lampiran
Lampiran
1. Penentuan Asam Lemak
Bebas (FFA) (Sudarmadji ,dkk, 1997)
-Ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer 250 ml
-Ditambahkan 25 ml
etanol 95% dan dipanaskan pada Suhu 40oC
-Ditambahkan 2 ml indikator pp
-Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M sampai
muncul warnaMerah jambu dan tidak hilang selama 30 detik
-Dihitung Asam Lemak Bebas (FFA) dengan rumus
2.
Penentuan
Angka Peroksida
-Ditimbang sebanyak 5
gram dan dimasukkan ke dalam enlenmeyer 250 ml
-Ditambahkan 30 ml larutan asam
asetat-kloroform (3:2) ,dan di kocok
sampai bahan tersebut terlarut semua
-Ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI
-Didiamkan selama 1 menit sambil
digoyang-goyang
-Ditambahkan 30 ml aquades
-Dititrasi dengan 0,1 N Na2S2O3
sampai warna kuning hampir hilang
-Ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%
dan dititrasi kembali warna biru hampir hilang
-Dihitung angka peroksida dengan
rumus:
3. Perhitungan Kadar %FFA
Titrasi
ke-1
Titrasi
ke-2
Titrasi
ke-3
4. Perhitungan Angka
Peroksida:
Titrasi
ke-1
Titrasi
ke-2
Titrasi
ke-3
5. Penentuan Kadar Asam
Lemak Bebas
Minyak
5 gram
|
Penambahan 25 ml etanol 95%
|
Penambahan
indikator pp
|
dititrasi dengan NaOH 0,1 M
|
6.
Penentuan
Angka Peroksida
Minyak
goreng 5gram
|
Penambahan
Larutan Asamasetat+cloroform (3:2)
|
Penambahan
KI
|
Penambahan
Aquades
|
Setelah
dititrasi dengan Na2S2O3
|
Setelah
ditambahkan Amilum
|
Setelah
dititrasi lagi
|
|